Minggu, 10 Juli 2011

Disintegrasi: Takut??

Yang saya tahu, kata DISINTEGRASI, adalah kata yang cukup ditakuti. Setidaknya, ketakutan tersebut muncul dalam sebuah lembaga, organisasi, atau kelompok. Contohnya dalam konteks kenegaraan. Kata tersebut sering disandingkan dengan kata 'bangsa', menjadi Disintegrasi Bangsa. Padahal kita sama-sama tahu bahwa, banyak bangsa yang saling bunuh, untuk kemudian secara alamiah bersatu. Faktor yang sering melibatkan persatuan tersebut di antaranya faktor ekonomi. 

Negara kita, juga takut jika kata tersebut terwujud. Padahal, rasa-rasanya, disintegrasi telah terjadi di negara kita. Maaf kata buat yang tua-tua. Jika ini memang menyakitkan. Tapi begitulah kenyataanya. Tengok saja ke luar rumah, (jangan tengok dari Televisi), bagaimana kita terpisah, tercerai dan saling injak. Organisasi-organisasi yang ada semakin membuat parah keadaan. Upacara bendera terasa semakin seperti Performance Art. Bendera kita yang memang tidak terlalu baik komposisi dan desainnya agaknya cukup sulit untuk menjadi kebanggaan. Burung Garuda yang lumayan nge-soul, disembah oleh patriot-patriot dadakan. Sepakbola yang tadinya sangat seru, diklaim sebagai pertarungan untuk kebaggaan sebuah bangsa atau negara. Padahal, menrut saya, sepakbola ada karena kecenderungan kita untuk ter-disintegrasi memang cukup tinggi. Setidaknya, kadang kita bisa merasa satu kalau Tim Nasional yang bertanding, tapi akan terpisah jika klub bola kota kita yang bertanding. 

Badminton agak unik. Warga turunan tionghoa, yang banyak jadi pemain badminton Indonesia dengan nama-nama Jawanya, diaku aku sebagai Indonesia. Nyatanya, dalam keseharian masih saja mereka dibilang Cina.

Saya sedang berjuang dalam flip flop integrasi-disintegrasi ini. Namun saya tidak malu-malu mengakui bahwa kita ini kumpulan orang-orang bodoh. Saya pun tidak takut dengan kata DISINTEGRASI BANGSA. Kenapa? karena saya memang tidak pernah punya rasa nasionalisme. Perlu kiranya kita mepertanyakan kembali, menagih dan menuntut apa yang menjadi hak kita sebagai warga negara. Yang ditagih, tentu saja tidak boleh marah. Anda-anda punya banyak hutang pada kami. Mungkin jika Anda mau membayarnya, bisa dengan dicicil sampai anak-cucu kami, mungkin juga saya akan punya sedikit rasa nasionalisme yang dicicil, sedikit demi sedikit.